Dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika diantara kamu
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 183-184)
Tafsir:
(Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu), yakni para Nabi dan umat-umat lain
sejak Adam a.s. Ayat ini merupakan penguat hukum, penggembira supaya melakukan
(puasa) dan penyenang hati.
Sedang puasa menurut
bahasa, ialah menahan diri dari apa yang dirindukan nafsu. Adapun menurut Syara’,
ialah menahan diri dari tiga hal yang membatalkan puasa sepanjang hari karena
ketiga-tiganya adalah yang paling disukai oleh nafsu.
(Agar
kamu bertaqwa) terhadap kemaksiatan-kemaksiatan. Karena puasa itu
mematahkan syahwat yang merupakan pangkal kemaksiatan, sebagaimana disabdakan
Nabi SAW: “Hai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu telah mampu
menikah, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu lebih mampu memelihara
kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu , maka hendaklah ia berpuasa, karena
puasa itu mengendurkan (syahwat)-nya.” Atau menyusutkannya, karena dia melakukan
pokok dan pangkal penyusutan itu.
(Dalam
hari-hari yang terbilang) tertentu waktunya dengan bilangan yang
diketahui. Atau, dalam hari-hari yang sedikit. Karena harta yang sedikit pun bisa
dihitung, sedang harta yang banyak ditimbun begitu saja. Adapun di-nashab-kannya
“Ayyuaman ma’dudat” bukanlah oleh Ash-Shiyam, karena adanya fashal
antara keduanya, tetapi oleh kata-kata mudhmar, yaitu: Shuumuu,
karena kata-kata ini ditujukkan oleh Ash-Shiyam,
sedang yang dimaksud hari-hari yang terbilang ialah selama bulan Ramadhan. Atau
hari-hari yang wajib dipuasai sebelum adanya kewajiban puasa Ramadhan, yang
dengan adanya puasa Ramadhan lalu dihapuskan, yakni puasa ‘Asyura atau tiga hari pada
setiap bulan.
Atau “Ayyaaman ma’duudaat” itu di-nashab-kan sebagai zharaf dari Kamaa kutiba, atau sebagai maf’ul tsani dari Kutiba ‘alaikum, yang berarti: luas. Tapi ada juga yang mengatakan, artinya: Puasamu adalah seperti puasa merek mengenai bilangan hari-harinya. Karena ada riwayat mengatakan, bahwa puasa Ramadhan itu telah diwajibkan pula atas umat Nasrani. Lalu bulan Ramadhan terjadi pada musim yang sangat dingin atau panas, maka mereka alihkan ke musim semi dan mereka tambah dua puluh hari sebagai penebus pengubahan itu. Dan ada pula yang mengatakan, mereka tambahi itu karena mereka terkena wabah.
(Maka
jika di antara kamu ada yang sakit) dengan suatu penyakit yang
berbahaya, dan semakin berat bila berpuasa, (atau dalam perjalanan), atau sedang
melakukan suatu perjalanan –kata-kata ini memuat isyarat bahwa orang yang memulai
perjalanan tengah hari, ia tidak boleh berbuka- , (maka (wajiblah
atasnya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang
lain). Maksudnya, dia wajib berpuasa sebanyak hari-hari sakitnya
atau perjalanannya, pada hari-hari yang lain, jika dia berbuka.
(Qadhi Baidhawi)
<Prev | 1 | 3 | 5 |
Next> |
---|
No comments:
Post a Comment